...>>>>>SELAMAT DATANG DI BLOGGER CYBER, TERIMA KASIH KUNJUNGAN ANDA, SEMOGA KAMI BISA MEMBANTU

Social Icons

Kamis, 23 Maret 2017

Lontara Assikalabineng (kitab ilmu seks bugis)

***Versi kutipan***


Mengukur Kejantanan dari Hembusan Nafas Assikalaibineng secara harfiah berarti cara berhubungan suami istri. Akar kata serupa juga dipakai masyarakat petani sawah di awal masa tanam. Karena padi dan sawah diibaratkan istri, maka suamilah diberi otoritas untuk menggarap dan menanam.

Karena ajaran lahir di masa kuatnya paternalistik dan belum ada gerakan persamaan gender, makanya ajaran Kitab Persetubuhan Bugis ini lebih banyak ditujukan kepada suami. Kitab ini paham betul emosi perempuan dan karena perasaan malunya mereka amat jarang menjadi inisiator.


Rahasia Ilmu Seks


Inilah yang sekaligus menjelaskan mengapa ilmu tarekat atau tasawuf seks ala Bugis-Makassar ini diajarkan terbatas ke calon mempelai pria, memilih momentum beberapa hari sebelum akad nikah.

Setelah pengetahuan mandi, berwudu, dan salat sunah lalu tafakur bersama yang disebut nikah batin, maka sampailah pada tahapan lelaku praktis, cumbu rayu, penetrasi, dan masa pascaberhubungan.

Karena konsep Assikalaibineg mengedepankan ideologi dan tata krama, disarankan agar sebelum aktivitas penetrasi dimulai dilakukan dalam satu sarung, atau kain tertutup, atau kelambu.

Masyarakat Bugis, seperti dikemukakan Christian Pelras dalam bukunya, Manusia Bugis (Oxford: Blackwell, 2006) memang memiliki sarung khusus yang bisa memuat sepasang suami istri.

Sarung jenis ini tentu sangat susah didapat di pasar-pasar sandang kebanyakan.
Namun toh, selimut bisa menjadi alternatif.

Buku ini menggunakan istilah makkarawa (meraba) dan manyyonyo (mencium) untuk tahap foreplay.

Ini dengan asumusi pihak pria sudah mengetahui 12 titik rangsangan, dan rangkaian mantra (paddoangeng).

Meraba lengan adalah titik pertama yang disarankan dikarawa, sebelum meraba atau mencium titi-titik lainnya. Pele lima (telapak tangan), sadang (dagu), edda’ (pangkal leher), dan cekkong (tengkuk) adalah sejumlah titik yang dalam buku ini direkomendasikan di-karawa dan dinyoyyo di tahap awal foreplay.

Setelah bagian badan tubuh, mulailah masuk di sekitar muka.

Titik “rawan” istri dibagian ini disebutkan; buwung (ubun-ubun), dacculing (daun telinga), lawa enning (perantara kening dia atas hidung), lalu inge (bagian depan hidung).

Di titik ini juga disebutkan, tahapan di bagian badan sebelum penetrasi langsung adalah pangolo (buah dada) dan posi (pusar).

Dalam foreplay berupa makkarawa dan manyonyyo ini, buku menyarankan tetap tenang dan mengatur irama naffaseng (nafas).

Karena kitab persetubuhan ini sangat dipengaruhi oleh ajaran fiqhi al’jima atau ajaran berhubungan seks suami istri dalam syariat Islam, maka proses menahan nafas itu direkomendasikan dengan melafalkan zikir dan menyatukan ingatan kepada Allah Taala.

Apakah melafalkan zikir itu bersuara? Tentulah tidak. Zikir dan mantra dalam bahasa Bugis itu dilafalkan dalam hati.

Dalam komentar penulis buku ini,menyebutkan, ejakuliasi dini oleh pria banyak terjadi karena pikiran suami terlalu fokus ke pelampiasan untuk mencapai klimaks.

Perlu diketahui, seperti ajaran agama Islam, kitab Assikalaibineng bukan seperti buku-buku lain yang mengajarkan gaya dan teknis bersenggama dan melampiaskan nafsu belaka.

Laiknya ibadah, inti dari ajaran Assikalibineng adalah mengelola nafsu birahi ke arah yang lebih positif dan bermanfaat secara spiritualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bijaklah dalam berkomentar....